Jumat, 08 November 2013

ARTIKEL

BANYUWANGI KOTA BUDAYA
Dewi Karomika
XI IPA 6/ SMAN 1 GIRI

Banyuwangi adalah kota yang mempunyai keindahan alam dan seni yang melimpah. Keindahan pantai, gunung dan hutan yang menakjubkan menjadi ciri khas tersendiri. Beragam seni dari masing-masing desa yang berbeda dan sumber daya alam yang berlimpah ruah. Kekayaan yang dimiliki ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kemajuan Banyuwangi. Upaya pengenalan di tingkat Nasional maupun Internasional terus dikerahkan pemerintah yang bertujuan mensejahterakan masyarakat dengan hasil karya masyarakatnya sendiri.
Seni & Budaya Banyuwangi
Banyuwangi kaya akan seni. Tiap-tiap daerah memiliki seni dan budaya yang berbeda-beda. Masing-masing kesenian memiliki makna dan keunikan tersendiri. Hal ini mencerminkan budaya dan tradisi yang kental. Beragam kesenian asli Banyuwangi seperti kesenian Gandrung, Kuntulan, Mocoan Pacul Gowang, Praburoro, Damarwulan, Barong, Jedur Meletuk, Patrol, Jaranan Buto. Kesenian yang berasal dari rakyat secara turun temurun ini sering dipentaskan dalam acara pernikahan dan khitanan. Diiringi dengan alunan musik tradisional dengan menonjolkan ciri khas seninya. Dan juga kesenian Banyuwangi sering muncul di berbagai even. Seperti halnya dengan kesenian barong yang masih dapat dilestarikan sampai saat ini. Sering dijumpai di desa-desa pada acara  pernikahan, khitanan, lomba 17 Agustus dan acara-acara lain yang menampilkan kesenian sebagai penghibur. Namun tak semua kesenian asli Banyuwangi dapat ditampilkan. Seperti halnya Kuntulan. Seni yang berasal dari daerah Rogojampi ini, kini mulai tenggelam seiring perkembangan zaman. Salah satu faktor penyebabnya yaitu kurangnya minat customer terhadap kesenian tersebut. Itu membuat penampil merasa malas untuk berlatih seni. Alangkah beruntungnya kita sebagai warga Banyuwangi jika mampu mempertahankan dan melestarikan kesenian lainnya. Didesa-desa tertentu ada seni yang masih bertahan. Seperti desa Kemiren yang menyimpan beragam budaya dan tradisi. Pengaruh adat istiadat yang membuat wisatawan asing tertarik untuk mengetahui dan mengunjungi Banyuwangi tercinta. Bukan hanya menguntungkan pada faktor ekonomi, namun kesenian ini memberikan hiburan pada penonton. Kepercayaan terhadap nenek moyang masih bisa dirasakan. Kesenian  berbeda ditiap-tiap daerah. Walaupun berbeda tetapi tetap satu dan memiliki makna yang hampir sama.
Di era globalisasi sekarang ini, kesenian yang dulunya sering ditampilkan, kini hampir menghilang. Sejak tahun 2000 kesenian mulai dikalahkan oleh budaya modern. Orang lebih suka mengundang elektone (penyanyi yang diiringi oleh piano) daripada Gandrung dan sejenisnya. Para remaja umumnya lebih memilih untuk menyaksikan konser musik daripada kesenian tradisional. Jarang ditampilkannya kesenian rakyat itu mengakibatkan kesenian tersebut sulit melakukan regenerasi. Para remaja akan menolak meneruskan kesenian rakyat tersebut karena dianggap tidak menguntungkan secara ekonomi. Remaja lebih berantusias pada budaya baru.  Namun masyarakatnya belum bisa memilih budaya yang tepat untuk diadopsi.  Budaya tradisional harusnya lebih ditekankan untuk memperkenalkan ciri khasnya. Remaja memegang peran penting sebagai generasi berikutnya.
Kesenian yang masih sering ditampilkan adalah Gandrung, Barong dan Jaranan Buto. Diacara tertentu seperti karnaval 17 Agustus (Hari Kemerdekaan RI) dan upacara adat tertentu masih dapat ditemui kesenian Banyuwangi asli. Namun bagaimana dengan Kuntulan dan kesenian lainnya yang sangat jarang diketahui warga Banyuwangi? Hal ini membuat mundurnya kesenian tradisional. Khususnya kalangan remaja tidak mengetahui kebudayaaan dan seni daerahnya. Untuk itu diperlukan adanya ide baru untuk mengenalkan budaya tradisional ke gernerasi penerus.
Upaya Melestarikan Seni Banyuwangi
          Kesenian di Banyuwangi memiliki sejarah yang panjang. Patut berbangga sebagai warga Banyuwangi karena kesenian tradisional seperti Jaranan, Barong dan Gandrung masih dapat dilestarikan. Bukan hanya itu, kesenian lainnya harus dipertahankan untuk menyelamatkan kesenian-kesenian itu. Pemerintah Banyuwangi harus turun tangan, misalnya dengan menggelar pertunjukan seni tradisional gratis kepada masyarakat secara rutin. Pemerintah harus memfasilitasi sarana pelatihan dan regenerasi sehingga kesenian tersebut masih dapat dinikmati oleh generasi berikutnya. Tanpa investasi dari pemerintah, mustahil kesenian tersebut bisa lestari.

          Cara lain yaitu dengan menggunakan seni tradisional sebagai ekstrakurikuler di sekolah-sekolah. Dengan begitu siswa siswi akan tertarik untuk mempelajari. Membuat pentas seni di sekolah agar kesenian tradisional tetap terjaga. Selain itu bisa juga setiap penginapan di Banyuwnagi mengadakan pentas seni untuk memperkenalkan budaya Banyuwangi kepada pengunjung. Memperkenalkan budaya dan seni Banyuwangi di daerah lain dan di mata dunia. Namun harus diiring dengan kemauan tiap-tiap individu untuk melanjutkan kesenian Banyuwangi.

Jumat, 25 Oktober 2013

ARTIKEL

Handphone Menjadi Kebutuhan Primer
Dewi Karomika
XI IPA 6 / SMAN 1 GIRI
Pentingkah HandPhone?
          Siapa diantara kita yang tidak memiliki handphone? Hampir tidak ada kalangan yang tidak mempunyai handphone. Tidak peduli dari kalangan bawah maupun orang-orang kaya, hp sudah menjadi barang yang dibutuhkan setiap saat. Dilihat dari segi fungsi, memang salah satu alat elektronik ini sangat bermanfaat. Ya, kita bisa menemukan pengguna handphone dimana saja. Entah itu di rumah, di sekolah, di mall, dan lain-lain. Dalam kehidupan sehari-hari teknologi handphone sangat digemari oleh orang dewasa maupun remaja. Pelajar Sekolah Dasar saja kebanyakan sudah memiliki benda kecil itu. Handphone pada awalnya memang diciptakan untuk berkomunikasi dengan orang lain dari jarak dekat maupun jauh.
            Namun seiring bertambahnya tahun dan perkembangan zaman, manusia telah menciptakan sesuatu yang baru. Handphone tidak hanya digunakan untuk berkomunikasi, namun kini handphone sudah dilengkapi dengan fitur-fitur canggih. Seperti yang sering digunakan remaja dan orang dewasa yaitu Blackberry, Android, Iphone, dan lain-lain. Browsing, games, kamera, GPS, wifi dan fitur-fitur lainnya dapat kita temukan dengan mudah dihandphone. Dengan kecanggihan fitur tersebut kita dapat menjelajahi dunia internet tanpa menggunakan laptop. Handphone yang artinya telefon genggam memang mempunyai bentuk yang simple, sangat mudah dibawa kemana-mana. Itulah yang menyebabkan beberapa orang dan remaja khususnya ingin mempunyai handphone.
            Apalagi di era globalisasi sekarang ini, hp sudah menjadi kebutuhan primer ibarat makanan dan minuman. Sekarang, telepon genggam menjadi gadget yang multifungsi. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemui saat makan pun masih sibuk smsan dan telfonan, mau tidur update status facebook dulu, mau ulangan update status twitter dulu. Dengan adanya handphone ini manusia semakin disibukkan dengan hal-hal yang tidak terlalu penting. Faktanya pengguna handphone berfitur lengkap lebih memilih berlama-lama dengan handphone daripada beribadah dan belajar. Ironisnya sering kita jumpai pengguna handphone yang berkendara sambil bertelfon ataupun smsan. Sungguh disayangkan mereka lebih mementingkan handphone daripada keselamatan nyawanya.

Manfaat dan Mudarat HandPhone
          Perkembangan teknologi di dunia ini semakin canggih. Banyak segi positif yang memudahkan kita. Sebagai pelajar kita harus pandai-pandai memilih apa yang terbaik dan merugikan untuk kita. Keuntungan dari telepon genggam ini selain untuk berkomunikasi yaitu untuk mencari informasi IPTEK, memperluas jaringan persahabatan dengan mendownload java, mempermudah kegiatan belajar, membantu pelajar untuk berlatih English conversation dengan format Mp3, menghilangkan kepenatan belajar dengan feature Mp3 player atau radio Fm. Terkadang pelajar disibukkan dengan tugas sekolah dan aktivitas ekstrakurikuler yang membuat jenuh dan bosan. Apalagi untuk pelajar, kegiatan browsing dianggap sebagai luapan kebebasan mencurahkan apa yang ia rasakan dalam akun jejaring sosial. Selain itu, handphone juga dapat digunakan meski hanya sekedar menanyakan tugas sekolah dan pekerjaan rumah melalui sms kepada teman.
            Berbagai manfaat yang dapat dinikmati, tak sedikit juga kerugian yang kita dapatkan. Dengan kita menggunakan handphone secara berlebihan akan mengurangi konsentrasi dalam belajar. Fitur yang tersedia di handphone seperti kamera dan games akan mengganggu siswa dalam memperoleh materi pelajaran di sekolah. Tak jarang mereka disibukkan dengan menerima panggilan atau membalas sms dari teman dan keluarga. Yang lebih mencengangkan ada yang menggunakan hp untuk mencontek dalam ulangan. Budaya ini sangat memalukan, mencoreng nama baik dunia pendidikan. Berawal dari hal yang tidak baik ini, pelajar akan ketergantungan pada handphone. Merasa kurang percaya diri, karena dengan menggunakan hp siswa bisa dengan mudah meminta jawaban kepada teman. Bahkan siswa berani bermain game saat guru menjelaskan pelajaran. Apa mungkin dengan cara belajar yang kurang baik seperti itu membuat siswa bertambah ilmunya? Guru yang menjelaskan pelajaran diibaratkan hanya angin yang sekedar lewat ditelinga. Tidak menghiraukan bagaimana susahnya guru memberikan ilmunya untuk kita. Para pelajar yang perilakunya kurang baik ini seakan memperlihatkan akhlak buruknya. Bila hal ini dibiarkan, bagaimana nasib generasi penerus bangsa kita. Apakah selamanya akan diperbudak oleh telepon genggam? Hanya ada 2 jawaban “ya atau tidak”. Ya, jika hanya diam tanpa menciptakan ide dan keinginan untuk merubah hidup lebih baik tak sedikit peluang akan diperbudak oleh teknologi itu akan terjadi.

Tak banyak yang mengerti, ternyata pengguna hp itu sendiri menimbulkan radiasi yang cukup berbahaya. Radiasi hp memancarkan 215 kali perdetik masuk ke sel-sel otak mengenai DNA dalam sel. Radiasi hp juga dapat menimbulkan penyakit kanker, tumor otak, parkinson, sakit kepala, dan fatigue (terlalu capai). Dengan kerugian yang disebabkan handphone, sepatutnya memberikan kita pelajaran agar menggunakan handphone dengan tidak berlebihan. Tak perlu memaksakan kehendak kepada orang tua untuk memiliki gadget canggih. Gunakan telepon genggam sederhana jika masih bisa digunakan untuk berkomunikasi. Tidak perlu berlebihan, lebih baik belajar untuk berhemat sejak dini.


Rabu, 23 Oktober 2013

Hikayat Si Kembar dari Banyuwangi

Hikayat Si Kembar dari Banyuwangi
           Disebuah desa yang terletak di utara Banyuwangi, hiduplah seorang laki-laki yang bernama Nuzum dan istrinya yang bernama Dewi Esa. Selama 20 tahun mereka hidup bersama, namun tidak dikarunia seorang anak. Mereka selalu mensyukuri apa yang ditakdirkan Tuhan. Nuzum dan Dewi selalu berdoa agar secepatnya dikarunia anak. Mereka hidup serba berkecukupan. Nuzum dan Dewi adalah seorang yang tersohor didesanya. Orang-orang disekelilingnya selalu mendoakan agar Nuzum dan Dewi segera mendapat momongan.
            Pada suatu malam Dewi bermimpi bahwa ia akan dikarunia anak kembar. Di dalam mimpinya Dewi sedang berada di laut Kidul. Dewi membawa sesaji lengkap untuk dihanyutkan ke laut pada saat matahari tenggelam. Ia berdoa agar segera dikarunia anak. Ketika Dewi hendak pulang ke rumahnya, ia bertemu dengan seorang lelaki tua yang memakai baju compang-camping dengan tongkat di tangan kanannya. Pak tua itu berkata bahwa Dewi akan dikaruniai anak kembar namun salah satu dari mereka akan menimbulkan petaka besar. Mendengar kata-kata pak tua itu Dewi melangkahkan kakinya dengan cepat untuk kembali ke rumahnya. 
Dewi menceritakan mimpinya tersebut kepada suami. Nuzum tak percaya dengan mimpi itu dan ia tak memperbolehkan istrinya melakukan apa yang ada di mimpi itu. Dewi menghembuskan nafas dan ia menuruti perintah suami. Kemudian Dewi menceritakan mimpinya itu kepada Mbok Nah. Mbok Nah adalah pembantu sekaligus orang kepercayaan Dewi. Mbok Nah menyarankan agar Dewi melakukan apa yang ada dalam mimpinya. Mbok Nah yakin bahwa mimpi Dewi adalah petunjuk bahwa Dewi akan segera dikarunia anak. Dengan rasa was-was Dewi melangkahkan kaki menuju pantai. Dewi membawa sesaji lengkap yang dihanyutkan ke laut. Sembari ia berdoa, muncullah seorang lelaki tua yang mirip dengan sosok yang ada dimimpinya. Memakai baju compang-camping dengan tongkat ditangan kanannya dan berkata “Jika anak itu lahir, kasih sayangilah dia. Namun salah satu dari mereka akan mendatangkan petaka besar untuk keluargamu”. Dewi sangat ketakutan. Dewi selalu memikirkan amanat pak tua itu. Di dalam mimpi dan dunia nyata pak tua itu benar-benar ada. Dewi menceritakan kejadian itu kepada mbok Nah. Mbok Nah menyarankan Dewi untuk pergi ke dukun beranak untuk mengetahui apakan ia hamil atau tidak. 
Satu minggu kemudian Dewi pergi ke gubuk seorang dukun beranak yang bernama mbok Sri dengan ditemani Mbok Nah. Namun, tak ada hasil. Ternyata Dewi belum mengandung. Mbok Sri pun memberi mantra kepada Dewi dan berkata “Minumlah jamu ini. Dan datanglah kemari dua minggu lagi, nak!”. Dewi mengiyakan perintah Mbok Sri. Dua minggu berlalu datanglah Dewi ke gubuk Mbok Sri. Mbok Sri terkejut, ternyata Dewi telah mengandung. “Beruntungnya kau nak, kau akan dikarunia anak kembar” ucap Mbok Sri. Dewi terkejut dan teringat akan amanat pak tua. Pulanglah Dewi untuk bercerita kepada suaminya bahwa ia telah mengandung. Nuzum sangat senang dengan berita itu. 
Malam harinya Nuzum mengadakan syukuran dengan mengundang warga desa untuk makan bersama di rumahnya. Betapa bahagianya Nuzum dengan kehamilan istrinya. Dewi dan Nuzum selalu berdoa agar keluarganya senantiasa dalam lindungan Tuhan. 
Pada saat kehamilan Dewi dalam usia tujuh bulan, ada dua orang lelaki bertopeng masuk ke rumahnya dengan membawa senjata tajam. Dua orang lelaki itu menguras habis barang-barang berharga di rumahnya. Ketika kedua perampok hendak meninggalkan rumah, Nuzum memergoki perampok itu. Nuzum berkelahi dengan dua orang lelaki tersebut. Dewi ketakutan, lalu ia memanggil warga desa untuk meminta pertolongan. Datanglah seorang Kyai yang membantu Nuzum dalam menghadapi perampok itu. Karena dua perampok itu menggunakan ilmu hitam maka dengan mudah Nuzum kalah dalam pertarungan. Pak Kyai membantu Nuzum dengan tenaga dalamnya sembari memanjatkan doa-doa khusus untuk mengalahkan perampok tersebut. Dengan kehendak Tuhan akhirnya terbunuhlah kedua perampok itu dengan golok yang mereka bawa sendiri. Nuzum mengalami luka dalam yang sangat parah. Pak Kyai mengobati luka Nuzum menggunakan ramuan herbal dari daun-daunan. Selama tiga bulan lamanya Nuzum tak sadarkan diri. Dewi selalu setia menemani Nuzum. Dewi pun sudah memanggil beberapa tabib untuk mengobati suaminya, tetapi tidak ada hasil. Selama Nuzum tak sadarkan diri, Dewi hanya berdua dengan mbok Nah. Mbok Nah yang sangat baik pada Dewi setiap hari memberi nasehat agar Dewi mampu melewati hari-hari tanpa suaminya.
“Masa kehamilan saja sudah banyak kejadian buruk yang menimpa keluargaku. Bagaimana jika bayi ini sudah lahir? Akankah kejadian buruk ini bertambah atau nihil?” tanya Dewi dalam hati. Suatu ketika Nuzum mulai sadar. Selama tiga bulan lamanya ia tertidur. Nuzum menyalahkan dirinya sendiri. Ia menyesal tak mampu memberi kebahagiaan selama masa kehamilan istrinya. Ia meminta maaf kepada Dewi karena ia tidak dapat menjaga istri dan anaknya. Nuzum juga berterima kasih kepada Dewi selama tiga bulan Dewi setia merawat Nuzum. 
            Keesokan harinya, Dewi menjerit kesakitan. Tiba-tiba perutnya sakit. “Mungkin anakmu akan segera lahir, ini sudah bulan ke-sembilan kehamilanmu” saut mbok Nah. Lalu Dewi menyuruh mbok Nah mengantarkan Dewi ke gubuk mbok Sri. Ternyata benar Dewi akan segera melahirkan. Sampai di gubuk mbok Sri, ia menyuruh mbok Nah kembali ke rumahnya. Dewi hanya seorang diri. Mbok Sri yang membantu persalinan Dewi. Setelah bayinya lahir, Dewi terkejut ia benar-benar melahirkan putra kembar. Dewi sangat ketakutan. Ia teringat akan perkataan pak tua yang pernah ia temui di pantai. Dengan sangat menyesal Dewi menyuruh mbok Sri untuk membuang salah satu dari bayi laki-laki itu. Mbok Sri menyiapkan kotak untuk tempat bayi. Dewi meletakkan dua ekor ikan mas di dalam kotak itu untuk menemani putranya tersebut. Mbok Sri dan Dewi telah sepakat untuk merahasiakan kejadian ini. Dewi pulang dengan wajah ceria sambil menggendong bayinya. Nuzum sangat senang dengan kelahiran putra pertamanya. Nuzum memberi nama Bayu untuk sang buah hati. Tanpa sepengetahuan Dewi, ternyata mbok Sri tidak membuang bayi itu, tetapi ia memberikan bayi itu kepada saudaranya yang bernama Galuh. Galuh sangat menginginkan seorang anak yang menemani masa tuanya. Suami Galuh meninggal dan ia belum mempunyai anak. Galuh bahagia merawat bayi kecil sekaligus dua ekor ikan mas tersebut. Galuh memberi nama Wangsa untuk bayinya. 
            Nuzum, Dewi dan Bayu hidup bahagia dan serba berkecukupan. Apa yang dibutuhkan sudah tercukupi. Berbeda dengan Wangsa, sejak kecil dia bekerja keras membantu ibunya. Wangsa berdagang buah-buahan di pasar, dia juga mencari kayu bakar di hutan. Pagi hari Wangsa pergi ke pasar, dan siangnya dia mencari kayu bakar. Sedangkan Galuh menganyam bambu pesanan warga desa di rumahnya. Sore hari Wangsa mengantarkan pesanan anyaman bambu untuk warga yang memesan. Setelah itu Wangsa kembali ke rumah sambil mencari bambu di tepi sungai. Keesokannya Wangsa dan ibunya selalu melakukan hal yang sama.
Setelah Bayu dewasa, Nuzum mulai menyadari harta yang ia miliki berkurang sedikit demi sedikit. Bayu melakukan judi dan sabung ayam bersama kawan-kawannya. Bayu selalu keluar malam dan pulang pagi. Pada malam hari ketika ayah dan ibunya tertidur, Bayu keluar rumah diam-diam. Bayu sering menjual barang-barangnya untuk modal berjudi. Hari demi hari Bayu melakukan hal yang sama. Mbok Nah yang melihat perbuatan tercela Bayu ingin mengadukannya kepada Nuzum dan Dewi. Tetapi mbok Nah diancam oleh Bayu, jika mbok Nah mengadu kepada orang tua Bayu maka mbok Nah akan diusir dari rumahnya. 
Tanpa sepengetahuan ayahnya, Bayu sering mengendap-endap masuk ke kamar Nuzum dan Dewi untuk mengambil uang dan emas. Bayu menggunakan sebagian uang untuk judi dan sebagian lagi untuk bekal dia pergi ke dukun meminta jimat kemenangan. Mbok Nah berusaha menasehati Bayu untuk tidak mencuri, namun Bayu membentak dan bersikap kasar pada mbok Nah. Mbok Nah yang melihat kejadian itu tak kuasa untuk mengadu pada tuannya. Mbok Nah tak mau kehilangan akal. Mbok Nah menceritakan kisah yang menarik kepada Bayu. Kisah tentang seekor burung dalam sangkar yang tidak bisa keluar dengan leluasa seperti Bayu. Namun mbok Nah hanya mendapat makian dan cacian yang sangat kasar. Mbok Nah selalu menasehati Bayu melalui cerita-cerita menariknya yang berbeda-beda setiap hari, walaupun Bayu tidak pernah menghiraukannya. 
            Saat Bayu berusia tujuh belas tahun, dia pergi ke dukun untuk berguru ilmu gaib. Bayu berkeinginan menjadi orang terkuat di desanya dan memiliki kekuatan yang tak terkalahkan. Mendengar penjelasan Bayu, si dukun memberi sebuah keris sakti yang sudah dimantrai. Dukun itu berpesan kepada Bayu “Gunakanlah keris ini untuk kebaikan! Jika kau gunakan untuk kejahatan, maka keris itu akan membunuh pemiliknya”. Bayu menyanggupi syarat tersebut, dia berjanji akan selalu berbuat baik kepada siapa pun. Namun pada akhirnya janji yang terucap dia ingkari. Bayu menggunakan keris itu sebagai pegangan perjudian. Bahkan Bayu pernah menggunakan keris itu untuk membunuh siapa saja yang membantah kepadanya.
            Suatu masa, Bayu bertemu dengan Wangsa yang sedang menjual buah-buahan di pasar. Bayu melahap habis buah-buahan yang dijual Wangsa. Tetapi Bayu tak mau membayar. Wangsa menegur Bayu untuk segera membayar. Bayu berjanji akan segera membayar esok. 
Keesokannya Bayu datang ke pasar. Bayu memakan buah-buahan Wangsa lagi. Wangsa menagih janji Bayu yang akan membayar buah-buahan yang telah ia makan. Tetapi Bayu tidak mau membayar dan dia mencemooh Wangsa dengan kata-kata kasar. Tanpa berpikir panjang Bayu memukul Wangsa dengan kekuatan yang dimiliki. Para pedagang terkejut akan keberanian Wangsa melawan Bayu. Wangsa juga mempunyai kekuatan yang luar biasa. Mereka berdua saling pukul memukul. Bayu mengeluarkan keris saktinya untuk melawan Wangsa. Wangsa yang tidak berbekal senjata apapun dengan santai menghadapi Bayu tanpa kesombongan. Pada akhirnya Wangsa mampu mengalahkan Bayu. Warga yang saat itu melihat kejadian sangat senang ketika Wangsa dapat mengalahkan orang tersombong di desanya yaitu Bayu. Kini warga menyadari bahwa Wangsa bukan hanya seorang yang lemah, tetapi Wangsa adalah seorang yang hebat. Warga pun menghormati Wangsa dan keluarganya.
Bayu pulang dengan wajah memar. Sang ayah murka, tak kuasa menahan amarahnya kepada Bayu. Bayu memberi perlawanan kepada ayahnya dengan menggunakan keris saktinya. Nuzum tergeletak di tanah. Dewi menangis melihat perkelahian itu. Ia mencoba menghentikannya dan berusaha meminta bantuan kepada tetangganya. Namun Bayu meninggalkan rumah dengan wajah kesal. Mbok Nah yang tadinya pergi ke pasar, membawa Wangsa ke rumah Dewi untuk mengobati luka Nuzum. Wangsa terkenal akan sosok pribadi yang santun dan baik hati. Wangsa juga pandai dalam meramu tanaman herbal. Keahlian Wangsa dalam meramu memberikan ide bagi Nuzum untuk mempekerjakan Wangsa di rumahnya sebagai tabib. Wangsa meminta izin kepada ibu Galuh untuk bekerja di rumah tuan Nuzum. Ibu Galuh memberi restu untuk Wangsa. Tuan Nuzum mengizinkan Wangsa untuk memboyong ibunya untuk bekerja dirumahnya pula. Wangsa segera memberitahukan kepada ibunya. Galuh bersedia bekerja di rumah Nuzum, ia ingin selalu dekat dengan putra kesayangannya. Dan ibu Galuh bekerja sebagai tukang cuci. 
Bayu meninggalkan rumah untuk pergi ke sungai Mahakam. Bayu bertapa untuk mendapatkan kekuatan yang dapat mengalahkan Wangsa. Bayu bertapa selama satu tahun tanpa makan dan minum. Selama Bayu mengasingkan diri di tepi sungai Mahakam, rumah tuan Nuzum terasa sangat damai. Tidak ada pertengkaran antara anak dan ayah lagi. Dengan adanya Wangsa di rumahnya, membuat hari-hari Nuzum dan Dewi tidak kesepian. Wangsa selalu membuat candaan agar orang-orang seisi rumah Nuzum selalu gembira. Nuzum dan Dewi telah menganggap Wangsa seperti anak kandungnya sendiri.
Tidak lama kemudian, desas-desus mengatakan bahwa Bayu akan datang ke rumah ayahnya setelah dia bertapa selama satu tahun. Bayu memperkuat tenaga dalamnya untuk mengalahkan Wangsa. Mendengar kabar tersebut, mbok Sri pergi mengunjungi Wangsa. Mbok Sri memberi wanti-wanti kepada Wangsa dan ia berpesan “Rawatlah ikan mas yang ada pada ibumu. Kelak kau akan mengetahui siapa keluargamu yang sebenarnya”. Wangsa terkejut akan perkataan mbok Sri. “Ibu Galuh adalah keluargaku mbok, beliau ibu kandungku” tegas Wangsa. “Maafkan aku selama ini aku berbohong padamu, nak. Aku hanya wanita beruntung bisa merawat anak yang berbudi  baik sepertimu. Kamu tidak terlahir dari rahimku. Ibu kandungmu memberi ikan mas untuk menjadikannya temanmu. Maafkan aku telah menyembunyikan ikan itu darimu” saut ibu Galuh. 
Wangsa bertekad untuk mencari ibu kandungnya. Wangsa membawa ikan mas ke rumah tuannya. Dia meletakkan ikan mas di kolam pekarangan rumah Nuzum. Wangsa selalu menyambangi ikannya. Dia memberi makan ikan-ikan tersebut. Tanpa kesengajaan Dewi memergoki Wangsa sedang memberi makan ikan-ikan. Ia bertanya kepada Wangsa mengapa Wangsa sangat rajin merawat ikan-ikannya. Wangsa menjawab pertanyaan Dewi dengan jelas, dia menjelaskan bahwa dia bukan anak ibu Galuh dan dia diberi dua ekor ikan untuk temannya. Oleh karena itu, Wangsa merawat dua ekor ikan yang kini bertambah banyak jumlahnya agar dapat menemukan ibu kandungnya.
Mendengar jawaban singkat itu, Dewi teringat akan bayi laki-laki  yang ia lahirkan lalu ia berikan kepada mbok Sri. Dewi termenung, karena ia juga telah memberikan dua ekor ikan mas untuk anak yang ia buang. Dewi bertanya-tanya apakah Wangsa itu benar-benar anak kandungnya. Tanpa berpikir panjang Dewi memutuskan untuk pergi ke gubuk mbok Sri. Ia mengungkapkan semua masalahnya. Mbok Sri menjelaskan kejadian yang sebenarnya bahwa Wangsa adalah anak kandungnya. 
Suatu malam, datanglah Bayu ke rumah Nuzum. Dia mencoba menghampiri dan mengalahkan Wangsa. Mereka bertarung habis-habisan di halaman belakang rumah Nuzum. Dewi, Nuzum, Galuh dan pembantunya serentak menuju ke halaman belakang setelah mendengar keributan itu. Dewi mencoba melerai namun sudah terlambat. Bayu menjadi korban keegoisannya sendiri. Bayu terbunuh oleh kerisnya sendiri. Bayu tewas di tempat kejadian dan dia belum minta maaf kapada kedua orang tuanya. Dewi meneteskan air mata. Dewi menyesal ia belum menceritakan bahwa Bayu bersaudara dengan Wangsa. Dewi menyadari perkataan pak tua kini menjadi nyata. Kemudian datanglah mbok Sri di rumah Dewi. Ia menceritakan kejadian sembilan belas tahun yang lalu. Wangsa terkejut setelah dia tahu bahwa Dewi adalah ibu kandungnya. Nuzum tidak percaya akan penjelasan mbok Sri. Dewi berusaha memperjelas dan menceritakan kejadian demi kejadian yang ia lakukan tanpa sepengetahuan suaminya. 
Kini Nuzum percaya dan mengakui Wangsa dan Bayu adalah putra kembarnya. Penyesalan menghantui pikiran Dewi. Ia merasakan kesedihan sekaligus kebahagiaan. Setelah meninggalnya Bayu, Dewi dan Nuzum merasakan kebahagiaan dengan adanya Wangsa. Wangsa selalu menghormati Bayu dengan datang ke makam dan melantunkan doa-doa untuk Bayu. Kerukunan ayah, ibu dan anak sangat terlihat dalam keluarga Nuzum. Orang-orang di sekitarnya menghormati keluarganya.